JAKARTA – Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan fatwa mengharamkan risywah politik atau politik uang.
Ketua PP Muhammadiyah, Syamsul Anwar, dan Busyro Muqoddas menyampaikan pernyataan tegas soal ini. Muhammadiyah menyoroti pentingnya menjaga integritas demokrasi dan mencegah praktik politik transaksional yang merusak.
“Muhammadiyah menekankan bahwa politik uang adalah ancaman serius bagi demokrasi yang sejati,” kata Syamsul di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Selasa, (15/10/2024).
Pilkada serentak akan dilaksanakan pada 27 November 2024 mendatang. Pimpinan Pusat Muhammadiyah menegaskan rakyat berhak mendapatkan pemimpin yang memiliki komitmen kuat terhadap penegakan demokrasi dan hak asasi manusia. Sesuai dengan amanat Pasal 1 ayat 2 UUD 1945, kedaulatan berada di tangan rakyat.
“Pilkada harus menghasilkan pemimpin yang setia pada semangat Pancasila dan agama, serta mampu mengelola birokrasi negara dengan bersih,” kata Busyro Muqoddas.
Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah menegaskan politik uang dalam bentuk apa pun adalah haram. Baik berupa sogokan, imbalan, atau transaksi jual beli suara, semuanya melanggar nilai-nilai agama dan hukum. Politik uang merusak integritas demokrasi dan mendorong praktik korupsi yang semakin meluas.
Muhammadiyah mengingatkan, segala bentuk suap dalam pemilu dan Pilkada tidak hanya bertentangan dengan hukum negara, tetapi juga bertentangan dengan prinsip agama. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk menolak segala bentuk politik uang.
“Sebagaimana hasil Muktamar ke-48 di Surakarta, Muhammadiyah berkepentingan mendorong terwujudnya pemimpin yang jujur, cerdas, dan berpihak pada kepentingan rakyat,” kata Syamsul Anwar.
Mereka juga mengimbau agar seluruh elemen masyarakat, termasuk warga Muhammadiyah, menjauhkan diri dari praktik politik uang yang dapat mencederai nilai-nilai agama dan demokrasi.
Muhammadiyah mengingatkan lemahnya demokrasi dan meningkatnya korupsi di berbagai sektor merupakan ancaman serius bagi masa depan bangsa.
Melihat semakin rapuhnya demokrasi dan tingginya eskalasi korupsi di berbagai sektor seperti sumber daya alam, perizinan, APBN, APBD, hingga pertanian, Muhammadiyah menilai perlu ada perbaikan tata kelola birokrasi. Hal ini penting agar birokrasi negara dapat dikelola sesuai dengan jiwa Pancasila dan prinsip-prinsip agama.
“Korupsi yang berasal dari praktik suap dalam pemilu dan Pilkada adalah bentuk pelanggaran serius terhadap hukum agama dan harus dihentikan,” kata Busyro.